18 Maret 2008

Dying Young

Jika saja malaikat datang padaku hari ini dan mengatakan padaku bahwa umurku tinggal 3 hari lagi, kemudian malaikat memberiku 3 kesempatan berharga untuk berbahagia sebelum aku tutup usia, maka ada 3 hal yang akan kulakukan :

- Aku akan bersama kedua anakku sepanjang hari, bahkan aku akan terus memandangi mereka sewaktu mereka tertidur;
- Aku akan menulis cerita/novel mengenai harapan2ku yang belum terwujud.Cerita itu akan kuwariskan kepada kedua anakku;
- Aku akan mengunjungi seluruh keluarga dekatku, termasuk : ibu, bapak, saudara2 kandungku, siapa saja. Aku akan meminta maaf atas segala kekhilafan yang pernah kulakukan pada mereka;

Kematian,bukan hal yang menakutkan bagiku. Tapi jika boleh aku memilih, aku ingin panjang usia, supaya aku bisa menebus kesalahan2ku di masa lalu.

22 Februari 2008

KOH NGOMONG


“Koh ngomong” atau “malas bicara”, adalah suatu ungkapan populer di Bali yang mencerminkan sikap orang Bali yang tidak suka berdebat panjang untuk menjaga harmonisasi hubungan antar individu. Meski ungkapan ini mengandung makna yang sedikit sinis dan satire, kata ini sebenarnya menyiratkan pemikiran orang Bali sendiri terhadap masalah hubungan antar individu.
Orang Bali secara umum memegang teguh konsep harmonisasi baik lateral maupun vertikal, yang tertuang dalam konsep berpikir “Tri Hita Karana” (menjaga hubungan baik dengan Tuhan, manusia dan alam). Dan karena perdebatan yang panjang akhirnya justru bisa merusakkan hubungan antar sesama, maka orang Bali memilih “malas bicara” atau “koh ngomong”.
Malasnya orang Bali berdebat juga tertuang dalam salah satu ungkapan dalam sastra Bali, yaitu “merebut balung tanpa isi”, yang artinya :”memperebutkan tulang tanpa isi” atau interpretasinya berarti : sia-sia memperdebatkan sesuatu yang tidak ada isinya. Hal ini bisa dilihat dalam pergaulan masyarakat Bali sehari-hari. Orang Bali cenderung menghindari perdebatan. Cenderung memilih diam dan tidak merespon jika percakapan sudah mengarah pada perdebatan.
Kekuatan kelompok dalam berbicara juga berpengaruh kuat dalam pemikiran individu terhadap cara mereka mengemukakan pendapat. Konsep kebersamaan dalam menjaga keutuhan kelompok menciptakan suatu tekanan psikologis agar individu mengerem pengedepanan ego dalam mengemukakan pendapat di depan umum. Individu cenderung mengiyakan apa pendapat mayoritas kelompoknya. Pendapat yang bertentangan atau berseberangan, cenderung dianggap dapat merusak harmonisasi itu sendiri. Sehingga terbentuklah suatu pola pikir „koh ngomong“ ini.
Konsep ini bisa dipandang dari 2 sisi : positif dan negatif. Positifnya, tentu saja kemudahan terciptanya kerukunan antar individu dalam suatu kelompok atau harmoni, sedangkan negatifnya, tentu saja ada pengekangan terhadap kebebasan dalam mengemukakan pendapat.
Budaya « koh ngomong adalah salah satu ciri masyarakat Bali dalam mengemukakan pendapat di kelompok. Budaya ini tercipta karena adanya keinginan untuk menjaga harmonisasi kelompok. Juga, dikuatkan dengan pola pikir tidak ingin memperdebatkan sesuatu yang tidak terlalu penting. Pemikiran yang tertuang dalam ungkapan : merebut balung tanpa isi.

18 Februari 2008

CANANG SARI


Berbicara masalah budaya Bali, tidak akan pernah terlepas dari agama Hindu yang dianut mayoritas masyarakat Bali. Dalam suatu konsep agama Hindu dalam mempersiapkan sarana persembahyangan, yang antara lain : air, api, bunga, buah, daun. Dalam budaya Bali, konsep ini kemudian dipraktekkan dalam wujud seni. Salah satunya adalah keanekaragaman bentuk sesajen.
Canang sari adalah bentuk sesajen paling sederhana namun dikategorikan sebagai sarana yang cukup untuk melakukan persembahyangan. Canang sari sendiri bermakna : sesajen dalam bentuk bunga (komponennya mayoritas bunga). Di delapan kabupaten di Bali, bentuk canang sari beranekaragam. Namun, bentuk canang sari yang populer adalah canang sari segi empat.

Komponen canang sari :
- Daun janur sebagai alas;
- Porosan (sebentuk kecil daun janur kering yang berisi kapur putih);
- Seiris pisang;
- Seiris tebu:
- Boreh miik (sejenis bubuk berbau wangi);
- Kekiping (sejenis kue dari ketan yang kecil dan tipis);
- Di atasnya diletakkan bunga beraneka ragam (umumnya berupa warna : putih, kuning, merah, hijau);

Isi canang sari mengikuti aturan-aturan yang tertuang dalam lontar. Jadi, canang sari tidak diambil dari kitab Weda, namun isi Weda yang kemudian diterjemahkan ke dalam lontar yang ditulis oleh para leluhur di Bali.
Canang sari umum dipakai sebagai persembahan sehari-hari. Sedangkan pada hari-hari besar keagamaan, canang sari hanya dipakai sebagai pelengkap saja. Pada hari-hari tersebut, masyarakat Bali memakai berbagai jenis sesajen dalam tingkat yang lebih tinggi, yang pembuatan dan aturan isinya jauh lebih rumit daripada canang sari.
Canang sari sangat mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional di Bali. Harganya beraneka ragam, namun umumnya tidak terlalu mahal. Untuk daerah Denpasar dan sekitarnya, harga 25 buah canang sari dipatok Rp 6.000 – Rp 7.000 rupiah. Pada hari-hari tertentu, terutama pada hari-hari raya besar, canang sari mengalami pelonjakan harga. Bisa mencapai Rp 9.000 – Rp 10.000 per 25 buah.
Meski sederhana, canang sari sangat populer dan dibutuhkan di Bali. Selain itu, canang sari sangat cantik dan indah dipandang. Apalagi ditambah dupa di atasnya dan dicipratkan air suci, ada aura kesejukan yang dipancarkan dari canang sari

14 Februari 2008

TRI KAYA PARISUDHA

Masyarakat Bali memang tak pernah terlepas dari bayang-bayang agama Hindu. Begitu menyatu dan membaur. Demikian pula dalam cara berpikirnya. Salah satu landasan berpikir dan berperilaku, yaitu : Tri Kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha berarti : tiga landasan dalam bertingkah laku. Tri Kaya Parisudha terdiri dari :
- Berpikir yang baik
- Berkata yang baik
- Bertingkah laku yang baik
Filosofi ini mengajarkan kepada masyarakat Bali untuk : satu pikiran, perkataan dan perbuatan.
Sebenarnya, meski filosofi ini sudah tercipta lama sekali, tapi masih relevan dengan kehidupan masyarakat Bali modern. Filosofi masih tetap dipakai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
Kalau dicari-cari, filosofi ini sangat universal. Seperti dalam dunia Barat, dikenal istilah :integrity, commitment. Kalau dilihat dari makna yang tersurat di dalam kedua kata ini, samalah dengan konsep Tri Kaya Parisudha itu.
Masyarakat Bali, secara umum tetap mengusung tradisi dan akar agama Hindu. Hal inilah yang kemudian membentuk warna dan ciri khas budaya Bali. Tri Kaya Parisudha, sebagai salah satu konsep berpikir, kemudian juga memberi kontribusi terhadap identitas budaya Bali itu sendiri.

15 Januari 2008

Melukat

Upacara "melukat" adalah salah satu jenis upacara membersihkan diri. Melukat dipercayai dapat membersihkan pikiran dan jiwa secara spiritual.
Melukat umumnya dilakukan dengan beberapa sesajen, seperti : prascita dan bayuan. Pelukatan bisa dilakukan di : griya, pantai, tempat pemujaan di rumah. Pertama-tama sang pemangku (pemimpin upacara) mengucapkan mantra-mantra di depan sesajen, trus, yang akan dilukat (dibersihkan) diberi beberapa mantra dan disiram dengan air kelapa gading. Setelah mandi air kelapa gading, kemudian, alangkah baiknya juga yang bersangkutan melakukan ritual mandi air laut. Air laut dipercayai dapat membersihkan jiwa dan pikiran dari hal-hal negatif.
Melukat ini penting untuk mengembalikan unsur-unsur negatif dari tubuh dan pikiran manusia. Dengan melukat, pemeluk agama Hindu di Bali mengharapkan seseorang itu pikirannya kembali bersih dan berisikan hal-hal yang positif untuk melanjutkan hidupnya.

14 Januari 2008

Rujak Kuah Pindang

Mungkin tak banyak yang tau kalo Bali juga menyimpan banyak jenis makanan enak. Seperti Rujak Kuah Pindang, contohnya.
Rujak ini berasal dari daerah Denpasar. Bahan-bahannya sama seperti jenis rujak lainnya. Yang membedakan adalah kuahnya, yaitu dibuat dari kuah pindang, yaitu rebusan kaldu ikan. Bumbunya sederhana, terdiri dari : cabe, garam, terasi. Buah-buahan segar diiris tipis-tipis, kemudian disirami kuah pindang ini.
Rujak Kuah Pindang paling enak disantap ditemani es daluman (cincau hijau). Kalau kepedesan, krupuk pun enak disantap untuk menetralisir rasa pedas.
Rujak Kuah Pindang mudah didapatkan. Umumnya pedagang-pedagang kecil ini muncul di hampir setiap banjar. Cuma, rujak ini cuma bisa didapat pas siang hari. Kalo sore dan malam hari mah sudah pada tutup tuh pedagangnya.
Kalo ke Bali..jangan lupa ya..makan rujak kuah pindang..Duh...sedaaaap

11 Januari 2008

From the Zero Point


Pernahkah merasa gagal? Well, aku dalam keadaan itu sekarang ini. Kegagalan datang bertubi-tubi. Segala hal yang aku percaya tiba-tiba tidak memberiku kebahagiaan lagi. Lantai tempatku berpijak terasa runtuh.
Menjadi pecundang itu memang tidak enak. Merasa diri kalah dan tak berguna. Tapi kan hidup mesti dilanjutkan. Kegagalan hari ini bukan berarti kegagalan di hari esok.
Aku mencoba membangkitkan lagi "feeling of hero" itu. Aku mencoba mengerti kalau kesuksesan tidak datang begitu saja. Mesti diraih. Mesti diusahakan.
Yah..mendadak aku menjadi "balita" lagi, ketika hidupku terjatuh ke titik nadir. Tapi tidaklah apa. Meratap tidak banyak guna. Tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Sekarang ini bagaimana caranya untuk membina diri ke arah yang lebih baik, ke arah yang positif.
Aku mulai dari titik nol lagi. Menyuapi diriku. Menatah kakiku. Melatih tanganku. Mengangkat benakku dari keterpurukan.
Yang kemarin biarlah menjadi kemarin. Yang ada hanya hari esok dan esok.
Aku harus kuat dan sabar. Selamat datang hari esok!