16 April 2008

Perempuan Bali Setelah Menikah

Menurutku, perempuan di Bali itu masih belum memiliki dirinya seutuhnya.Terutama sekali setelah pernikahan. Kewajiban-kewajiban serta beban rumah tangga menjadikan perempuan Bali dikepung oleh hal-hal yang berada diluar dirinya sebagai individu. Sehingga, jarang perempuan Bali bisa memperhatikan dirinya sendiri.
Memang, ada segelintir perempuan Bali modern yang bisa mengekspresikan dirinya, baik itu dalam pergaulan maupun karir, tapi tetap saja secara umum, perempuan Bali itu lebih banyak menjadi milik publik (keluarganya) daripada dirinya sendiri.
Kepemilikan publik, maksudnya seperti ini : kepemilikan yang lebih banyak berorientasi kepada orang-orang diluar individu perempuan itu sendiri. Perempuan Bali sebagai insan, lebih dinomorduakan. Dalam ruang publik (masyarakat), perempuan Bali mengikuti aturan-aturan yang telah dibuat oleh kaum lelaki. Termasuk menjaga imej perempuan berdasarkan gambaran sosial, yang notabene didominasi oleh kaum laki-laki.
Perempuan Bali dan mungkin juga berjuta perempuan lainnya di Indonesia, mesti merelakan dirinya sebagai individu untuk mengabdi kepada keluarganya, sebagai penghayatan dari peran alamiahnya yaitu : mengandung dan membesarkan anak. Keberadaannya sebagai insani, hanya baru bisa dinikmati ketika mereka berhadapan dengan Sang Pencipta, yaitu ketika berada dalam hening doa.
Seiring dengan kemajuan pendidikan kaum perempuan, semoga paradigma ini kedepannya bisa diubah oleh kaum perempuan sendiri. Sehingga kesejajaran penghayatan perempuan sebagai insan bisa diterapkan juga di dalam ruang publik.

Tidak ada komentar: