08 Desember 2007

Stereotip Perempuan Bali

Apa bayangan perempuan Bali yang muncu di benakmu? Perempuan berjejer menyunggi sesajen, menggandeng anak di tangan kiri dan kanannya? Atau perempuan bertelanjang dada seperti di lukisan-lukisan Blanco? Atau, perempuan yang pandai menari, berambut panjang dan mengenakan kain kebaya?
Bicara mengenai stereotip perempuan Bali, tentu mesti ngomong secara umum saja. Perempuan Bali bisa dibagi menjadi beberapa kelompok usia : remaja (12 - 18 thn), dewasa (19 - 55 thn) dan tua (55 tahun keatas).
Pada usia remaja, perempuan Bali tak ada bedanya dengan perempuan remaja lainnya di Indonesia. Bersekolah, memiliki aktivitas-aktivitas ekstra kurikuler, berpacaran. Bedanya hanyalah perempuan remaja Bali sudah mulai ikut aktivitas adat, seperti : ikut terlibat dalam karang taruna, mulai belajar membuat banten, diikutkan menari di acara-acara keagamaan, dsb. Stereotip mengenai gadis remaja Bali bertelanjang dada mengenakan busana adat Bali sudah tidak ada lagi di zaman modern ini.
Pada usia dewasa awal, perempuan Bali sudah bersiap untuk hidup berumah tangga. Kehidupan perempuan Bali mulai terbalik sekian puluh derajat setelah menikah. Sekian beban dan kewajiban rumah tangga dan adat mulai diberikan. Stereotip perempuan Bali yang bekerja keras, sampai mengambil pekerjaan kasar bisa dilihat di berbagai wilayah Bali. Hal ini benar adanya. Perjuangan perempuan Bali sangat terasa dalam setiap sendi kehidupan, dari kehidupan dimulai di pagi hari hingga petang hari. Belum lagi perjuangan yang mesti juga dilakukan di luar rumah. Hal ini membentuk stereotip jiwa perempuan Bali yang "keras", jarang mengeluh, penuh perjuangan, tidak mengenal putus asa. Sayangnya, karena konsep patriarkal yang kental, stereotip perempuan Bali yang "pendiam", malas bicara dan pengalah pun terbentuk. Kesenjangan kesetaraan gender dalam hal berbicara di muka umum masih terasa hingga kini.
Pada usia tua, stereotip perempuan Bali mengikuti konsep Hindu, yaitu : pengabdian hidupnya sudah mulai mengarah pada pengabdian kepada Tuhan. Sehingga tak heran, perempuan-perempuan tua mendominir kegiatan-kegiatan adat, terutama dalam mempersiapkan segala bentuk sesajen. Streotipnya : bijaksana, mengayomi, memasrahkan hidup pada Tuhan.
Bagaimanapun, streotip perempuan Bali tak lepas dari budaya yang membesarkannya. Streotip yang hidup karena kekentalan adat patriarkal. Tapi dengan adanya pendidikan dan masuknya budaya global dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali, lambat laun stereotip ini bisa saja berubah dimasa depan.

Tidak ada komentar: